Kumpulan Cerita Sex 2018 - Pada suatu liburan sekolah yang panjang, kami dari sebuah SLTA
mengadakan pendakian gunung di Jawa Timur. Rombongan terdiri dari 5
laki-laki dan 5 wanita. Diantara rombongan itu satu guru wanita ( guru
biologi) dan satu guru pria ( guru olah raga ). Acara liburan ini
sebenarnya amat tidak didukung oleh cuaca. Soalnya, acara kami itu
diadakan pada awal musim hujan. Tapi kami tidak sedikitpun gentar
menghadapi ancaman cuaca itu.
Ada yang sedikit mengganjal hati saya, yakni Ibu Guru Anisa ( saya
memanggilnya Anisa ) orangnya terkenal galak dan judes itu dan anti
cowok ! denger-denger dia itu lesbi. Ada yang bilang dia patah hati dari
pacarnya dan kini sok anti cowok. Bu Anis umurnya belum 30 tahun,
sarjana, cantik, tinggi, kulit kuning langsat, full press body.
Sedangkan teman – teman cewek lainnya terdiri dari cewek-cewek bawel
tapi cantik-cantik dan periang, cowoknya, terus terang saja, semuanya
bandit asmara ! termasuk pak Martin guru olah raga kami itu.
Perjalanan menuju puncak gunung, mulai dari kumpul di sekolah hingga
tiba di kaki gunung di pos penjagaan I kami lalui dengan riang gembira
dan mulus-mulus saja. Seperti biasanya rombongan berangkat menuju ke
sasaran melalui jalan setapak. Sampai tengah hari, kami mulai memasuki
kawasan yang berhutan lebat dengan satwa liarnya, yang sebagian besar
terdiri dari monyet-monyet liar dan galak. Menjelang sore, setelah
rombongan istirahat sebentar untuk makan dan minum, kami berangkat lagi.
Kata pak Martin sebentar lagi sampai ke tujuan. Saking lelahnya,
rombongan mulai berkelompok dua-dua. Kebetulan aku berjalan paling
belakang menemani si bawel Anisa dan disuruh membawa bawaannya lagi,
berat juga sih, sebel pula! Sebentar-sebentar minta istirahat, bahkan
sampai 10 menit, lima belas menit, dan dia benar-benar kecapean dan
betisnya yang putih itu mulai membengkak.
Kami berangkat lagi, tapi celaka, rombongan di depan tidak nampak
lagi, nah lo ?! Kami kebingungan sekali, bahkan berteriak
memanggil-manggil mereka yang berjalan duluan. Tak ada sahutan
sedikitpun, yang terdengar hanya raungan monyet-monyet liar, suara
burung, bahkan sesekali auman harimau. Anisa sangat ketakutan dengan
auman harimau itu. Akhirnya kami terus berjalan menuruti naluri saja.
Rasa-rasanya jalan yang kami lalui itu benar, soalnya hanya ada satu
jalan setapak yang biasa dilalui orang.
Sial bagi kami, kabut dengan tiba-tiba turun, udara dingin dan
lembab, hari mulai gelap, hujan turun rintik-rintik. Anisa minta
istirahat dan berteduh di sebuah pohon sangat besar. Hingga hari gelap
kami tersasar dan belum bertemu dengan rombongan di depan. Akhirnya kami
memutuskan untuk bermalam di sebuah tepian batu cadas yang sedikit
seperti goa.
Hujan semakin lebat dan kabut tebal sekali, udara menyengat ketulang
sumsum dinginnya. Bajuku basah kuyup, demikian juga baju Anisa. Dia
menggigil kedinginan. Sekejap saja hari menjadi gelap gulita, dengan
tiupan angin kencang yang dingin. Kami tersesat di tengah hutan lebat.
Tanpa sadar Anisa saking kedinginan dia memeluk aku. “Maaf” katanya.
Aku diam saja, bahkan dia minta aku memeluknya erat-erat agar hangat
tubuhnya. Pelukan kami semakin erat, seiring dengan kencangnya deras
hujan yang dingin. Jika aku tak salah, hampir tiga jam lamanya hujan
turun, dan hampir tiga jam kami berpelukan menahan dingin.
Setelah hujan reda, kami membuka ransel masing-masing. Tujuan
utamanya adalah mencari pakaian tebal, sebab jaket kami sudah basah
kuyup. Seluruh pakaian bawaan Anisa basah kuyup, aku hanya punya satu
jaket parasut di ransel. Anisa minta aku meminjamkan jakaetku. Aku
setuju. Tapi apa yag terjadi ? wow…Anisa dalam suasana dingin itu
membuka seluruh pakaiannya guna diganti dengan yang agak kering. Mulai
dari jaket, T. Shirt nya, BH nya, wah aku melihat seluruh tubuh Anisa.
Dia cuek saja, payudaranya nampak samar-samar dalam gelap itu. Tiba-tiba
dia memelukku lagi.
“Dingin banget” katanya. “Terang dingin , habis kamu bugil begini” jawabku.
“Habis bagaimana? basah semua, tolong pakein aku jeketmu dong ?” pinta Anisa.
Aku memakaikan jaket parasut itu ketubuh Anisa. Tanganku bersentuhan dengan payudaranya, dan aku berguman
” Maaf Nisa ?”
“Enggak apa-apa ?!”: sahutnya.
Hatiku jadi enggak karuan, udara yang aku rasakan dingin mendadak
jadi hangat, entah apa penyebabnya. Anisa merangkulku, “Dingin” katanya,
aku peluk saja dia erat-erat. ” Hangat bu ?” tanyaku ” iya, hangat
sekali, yang kenceng dong meluknya ” pintanya. Otomatis aku peluk
erat-erat dan semakin erat.
Aneh bin ajaib, Anisa tampak sudah berkurang merasakan kedinginan malam
itu, seperti aku juga. Dia meraba bibirku, aku reflex mencium bibir
Anisa. Lalu aku menghindar. “Kenapa?” tanya Anisa
” Maaf Nisa ? ” Jawabku.
” Tidak apa-apa Rangga, kita dalam suasana seperti ini saling
membutuhkan, dengan begini kita saling bernafsu, dengan nafsu itu
membangkitkan panas dalam darah kita, dan bisa mengurangi rasa dingin
yang menyengat.
Kembali kami berpelukan, berciuman, hingga tanpa sadar aku memegang
payudaranya Anisa yang montok itu, dia diam saja, bahkan seperti
meningkat nafsu birahinya. Tangannya secara reflek merogoh celanaku
kedalam hingga masuk dan memegang penisku. Kami masih berciuman, tangan
Anisa melakukan gerakan seperti mengocok-ngocok ‘Mr. Penny’ku. Tanganku
mulai merogoh ‘Ms. Veggy’nya Anisa, astaga ! dia rupanya sudah melepas
celana dalamnya sedari …
tadi.
Karena remang-remang aku sampai tak melihatnya. ‘Ms. Veggy’nya hangat sekali bagian dalamnya, bulunya lebat.
Anisa sepontan melepas seluruh pakaiannya, dan meminta aku melepas pula .
Aku tanpa basa basi lagi langsung bugil. Kami bergumul diatas
semak-semak, kami melakukan hubungan badan ditengah gelap gulita itu.
Kami saling ganti posisi, Anisa meminta aku dibawah, dia diatas. Astaga,
goyangnya!! Pengalaman banget dia ? kan belum kawin ?
” Kamu kuat ya?” bisiknya mesra.
” Lumayan sayang ?!” sahutku setengah berbisik.
” Biasa main dimana ?” tanyanya
“Ada apa sayang?” tanyaku kembali.
” Akh enggak” jawabnya sambil melepas ‘Ms. Veggy’nya dari ‘Mr. Penny’ku,
dan dengan cekatan dia mengisap dan menjilati ‘Mr. Penny’ku tanpa rasa
jijik sedikitpun.
Anisa meminta agar aku mengisap payudaranya, lalu menekan kepalaku
dan menuntunnya ke arah ‘Ms. Veggy’nya. Aku jilati ‘Ms. Veggy’ itu tanpa
rasa jijik pula. Tiba-tiba saja dia minta senggama lagi, lagi dan lagi,
hingga aku ejakulasi.
Aku sempat bertanya, “Bagaimana jika kamu hamil ?”
” Don’t worry !” katanya.
Dan setelah dia memebersihkan ‘Ms. Veggy’nya dari spermaku, dia
merangkul aku lagi. Malam semakin larut, hujan sudah reda,
bintang-bintang di langit mulai bersinar. Pada jam 12 tengah malam,
bulan nampak bersinar terang benderang. Paras Anisa tampak anggun dan
cantik sekali. Kami ngobrol ngalor-ngidul, soal kondom, soal sekolah,
soal nasib guru, dsb. Setelah ngobrol sekian jam, tepat pukul 3 malam,
Anisa minta bersetubuh denganku lagi, katanya nikmat sekali ‘Mr.
Penny’ku. Aku semakin bingung, dari mana dia tahu macam-macam rasa ‘Mr.
Penny’, dia kan belum nikah ? tidak punya pacar ? kata orang dia lesbi.
Aku menuruti permintaan Anisa. Dia menggagahi aku, lalu meminta aku
melakukan pemanasan sex (foreplay). Mainan Anisa bukan main hebatnya,
segala gaya dia lakukan. Kami tak peduli lagi dengan dinginnya malam,
gatalnya semak-semak. Kami bergumul dan bergumul lagi. Anisa meraih
tanganku dan menempelkan ke payudaranya. Dia minta agar aku
meremas-remas payudaranya, lalu memainkan lubang ‘Ms. Veggy’nya dengan
jariku, menjilati sekujur bagian dagu. Tak kalah pula dia
mengocok-ngocok ‘Mr. Penny’ku yang sudah sangat tegang itu, lalu
dijilatinya, dan dimasukkannya kelubang vaginanya, dan kami saling
goyang menggoyang dan hingga kami saling mencapai klimaks kenikmatan,
dan terkulai lemas.
Anisa minta agar aku tak usah lagi menyusul kelompok yang terpisah.
Esoknya kami memutuskan untuk berkemah sendiri dan mencari lokasi yang
tak akan mungkin dijangkau mereka. Kami mendapatkan tempat ditepi jurang
terjal dan ada goa kecilnya, serta ada sungai yang bening, tapi rimbun
dan nyaman. Romantis sekali tempat kami itu. Aku dan Anisa layaknya
seperti Tarzan dan pacarnya di tengah hutan. Sebab seluruh baju yang
kami bawa basah kuyup oleh hujan.
Anisa hanya memakai selembar selayer yang dililitkan diseputar perut
untuk menutupi kemaluannya. Aku telanjang bulat, karena baju kami sedang
kami jemur ditepi sungai. Anisa dengan busana yang sangat minim itu
membuat aku terangsang terus, demikian pula dia. Dalam hari-hari yang
kami lalui kami hanya makan mi instant dan makanan kaleng.
Tepat sudah tiga hari kami ada ditempat terpencil itu. Hari terakhir,
sepanjang hari kami hanya ngobrol dan bermesraan saja. Kami memutuskan
esok pagi kami harus pulang. Di hari terakhir itu, kesmpatan kami pakai
semaksimal mungkin. Di hari yang cerah itu, Anisa minta aku mandi
bersama di sungai yang rimbun tertutup pohon-pohon besar. Kami mandi
berendam, berpelukan, lalu bersenggama lagi. Anisa menuntun ‘Mr.
Penny’ku masuk ke ‘Ms. Veggy’nya. Dan di menggoyangkan pinggulnya agar
aku merasa nikmat. Aku demikian pula, semakin menekan ‘Mr. Penny’ku
masuk kedalam ‘Ms. Veggy’nya.
Di atas batu yang ceper nan besar, Anisa membaringkan diri dengan
posisi menantang, dia menguakkan selangkangngannya, ‘Ms. Veggy’nya
terbuka lebar, disuruhnya aku menjilati bibir ‘Ms. Veggy’nya hingga
klitoris bagian dalam yang ngjendol itu. Dia merasakan nikmat yang luar
biasa, lalu disuruhnya aku memasukkan jari tengahku ke dalam lubang ‘Ms.
Veggy’nya, dan menekannya dalam-dalam. Mata Anisa merem melek
kenikmatan. Tak lama kemudian dia minta aku yang berbaring, ‘Mr.
Penny’ku di elus-elus, diciumi, dijilati, lalu diisapnya dengan
memainkan lidahnya, Anisa minta agar aku jangan ejakulasi dulu,
“Tahan ya ?” pintanya. ” Jangan dikeluarin lho ?!” pintanya lagi.
Lalu dia menghisap ‘Mr. Penny’ku dalam-dalam. Setelah dia enggak
tahan, lalu dia naik diatasku dan memasukkan ‘Mr. Penny’ku di ‘Ms.
Veggy’nya, wah, goyangnya hebat sekali, akhirnya dia yang kalah duluan.
Anisa mencubiti aku, menjambak rambutku, rupanya dia ” keluar”, dan
menjerit kenikmatan, lalu aku menyusul yang “keluar” dan
oh,,,,oh…oh….muncratlah air maniku dilubang ‘Ms. Veggy’ Anisa.
“Jahat kamu ?!” kata Anisa seraya menatapku manja dan memukuli aku
pelan dan mesra. Aku tersenyum saja. ” Jahat kamu Rangga, aku kalah
terus sama kamu ” Ujarnya lagi. Kami sama-sama terkulai lemas diatas
batu itu.
Esoknya kami sudah berangkat dari tempat yang tak akan terlupakan
itu. Kami memadu janji, bahwa suatu saat nanti kami akan kembali ke
tempat itu. Kami pulang dengan mengambil jalan ke desa terdekat dan
pergi ke kota terdekat agar tidak bertemu dengan rombongan yang terpisah
itu. Dari kota kecil itu kami pulang ke kota kami dengan menyewa Taxi,
sepanjang jalan kami berpelukan terus di dalam Taxi. Tak sedikitpun
waktu yang kami sia-siakan. Anisa …
menciumi pipiku, bibirku, lalu membisikkan kata
” Aku suka kamu ” Aku juga membalasnya dengan kalimat mesra yang tak
kalah indahnya. Dalam dua jam perjalanan itu, tangan dan jari-jari Anisa
tak henti-hentinya merogoh celana dalamku, dan memegangi ‘Mr. Penny’ku.
Dia tahu aku ejakulasi di dalam celana, bahkan Anisa tetap
mengocok-ngocoknya. Aku terus memeluk dia, pak Supir tak ku ijinkan
menoleh kami kebelakang, dia setuju saja. Sudah tiga kali aku ” keluar”
karena tangan Anisa selalu memainkan ‘Mr. Penny’ku sepanjang perjalanan
di Taxi itu.
” Aku lemas sayang ?!” bisikku mesra
” Biarin !” Bisiknya mesra sekali. ” Aku suka kok !” Bisiknya lagi.
Tidak mau ketinggalan aku merogoh celana olah raga yang dipakai
Anisa. Astaga, dia tidak pakai celana dalam. Ketika jari-jari tanganku
menyolok ‘Ms. Veggy’nya, dia tersenyum, bulunya ku tarik-tarik, dia
meringis, dan apa yang terjadi ? astaga lagi, Anisa sudah ‘keluar’
banyak, ‘Ms. Veggy’nya basah oleh semacam lendir, rupanya nafsunya
tinggi sekali, becek banget. Tangan kami sama-sama basah oleh cairan
kemaluan.
Ketika sampai di rumah Anisa, aku disuruhnya langsung pulang, enggak
enak sama tetangga katanya. Dia menyodorkan uang dua lembar lima puluh
ribuan, aku menolaknya, biar aku saja yang membayar Taxi itu. Lalu aku
pulang.Hari-hari berikutnya di sekolah, hubunganku dengan Anisa guru
biologiku, nampak wajar-wajar saja dari luar. Tapi ada satu temanku yang
curiga, demikian para guru. Hari-hari selanjutnya selalu bertemu
ditempat-tempat khusus seperti hotel diluar kota, di pantai, bahkan
pernah dalam suatu liburan kami ke Bali selama 12 hari.
Ketika aku sudah menyelesaikan studiku di SLTA, Anisa minta agar aku
tak melupakan kenangan yang pernah kami ukir. Aku diajaknya ke sebuah
Hotel disebuah kota, yah seperti perpisahan. Karena aku harus
melanjutkan kuliah di Australia, menyusul kakakku. Alangkah sedihnya
Anisa malam itu, dia nampak cantik, lembut dan mesra. Tak rela rasanya
aku kehilangan Anisa. Kujelaskan semuanya, walau kita beda usia yang
cukup mencolok, tapi aku mau menikah dengannya.
Anisa memberikan cincin bermata berlian yang dipakainya kepada aku.
Aku memberikan kalung emas bermata zamrud kepada Anisa. Cincin Anisa
hanya mampu melingkar di kelingkingku, kalungku langsung dipakainya,
setelah dikecupinya. Anisa berencana berhenti menjadi guru, “sakit
rasanya” ujarnya kalau terus menjadi guru, karena kehilangan aku. Anisa
akan melanjutkan S2 nya di USA, karena keluarganya ada disana. Setelah
itu kami berpisah hingga sekian tahun, tanpa kontak lagi.
Pada suatu saat, ada surat undangan pernikahan datang ke Apartemenku,
datangnya dari Dra. Anisa Maharani, MSC. Rupanya benar dia
menyelesaikan S2 nya.Aku terbang ke Jakarta, karena resepsi itu diadakan
di Jakarta disebuah hotel bintang lima. Aku datang bersama kakakku Rina
dan Papa. Di pesta itu, ketika aku datang, Anisa tak tahan menahan
emosinya, dia menghampiriku ditengah kerumunan orang banya itu dan
memelukku erat-erat, lalu menangis sejadi-jadinya.
“Aku rindu kamu Rangga kekasihku, aku sayang kamu, sekian tahun aku
kehilangan kamu, andai saja laki-laki disampingku dipelaminan itu adalah
kamu, alangkah bahagianya aku ” Kata Anisa lirih dan pelan sambil
memelukku.
Kamu jadi perhatian para hadirin, Rina dan Papa saling tatap
kebingungan. Ku usap airmata tulus Anisa. Kujelaskan aku sudah selesai
S1 dan akan melanjutkan S2 di USA, dan aku berjanji akan membangun
laboratorium yang kuberi nama Laboratorium “Anisa”. Dia setuju dan masih
menenteskan air mata.
Setelah aku diperkenalkan dengan suaminya, aku minta pamit untuk
pulang, akupun tak tahan dengan suasana yang mengharukan ini. Setelah
lima tahun tak ada khabar lagi dari dia, aku sudah menikah dan punya
anak wanita yang kuberi nama Anisa Maharani, persis nama Anisa. Ku
kabari Anisa dan dia datang kerumahku di Bandung, dia juga membawa
putranya yang diberi nama Rangga, cuma Rangga berbeda usia tiga tahun
dengan Anisa putriku. Aku masih merasakan getaran-getaran aneh di
hatiku, tatapan Anisa masih menantang dan panas, senyumnya masih
menggoda. Kami sepakat untuk menjodohkan anak kami kelak, jika Tuhan
mengijinkannya.
dari
di
gunung
Jawa Timur
kami
liburan
mengadakan
Pada
panjang
pendakian
sebuah
sekolah
SLTA
suatu
yang
0 comments:
Post a Comment